Review Film 3 Srikandi

3 SRIKANDI


Sumber Gambar : Google

3 Srikandi merupakan film yang bercerita tentang perjuangan atlet panahan Indonesia yakni Nurfitriyana, Kusuma Wrdhani dan Lilies Handayani dalam meraih medali perak di ajang Olimpiade Seoul 1988. Film garapan Raam Punjabi dengan sutradara Imam Brotoseno memang layak untuk dipuji karena atlet-atlet panahan ini jarang sekali diketahui banyak orang dan berubah menjadi banyak diketahui karena film ini. Secara keseluruhan, film keluaran tahun 2016 ini memang dikemas dengan baik dan rapi. Namun, sesuatu yang dibuat oleh manusia juga pasti terdapat kekurangan dan kelemahannya. 

Konflik film 3 Srikandi ini dimulai pada saat sang atlet panahan bernama Donald Pandiangan (Reza Rahardian) yang gagal berangkat ke Moscow untuk bertanding. Akibatnya, ia berhenti dari dunia perpanahan karena menurut dia, kegagalannya berangkat ke Moscow akibat dari capur tangannya politik Indonesia di dunia keolahragaan. Sampai suatu ketika, Indonesia mengadakan Pelatnas untuk mencari calon atlet-atlet panahan dan menginginkan Donald untuk menjadi pelatih tim putri. Dengan proses pembujukan yang berlangsung lama, akhirnya beliau tertantang dan bersedia untuk menjadi pelatih. 

Konflik lainnya yang menjadikan film ini tidak sesuai dengan harapan para penonton adalah masalah-masalah keluarga yang terjadi kepada 3 atlet panahan ini. Seperti Nurfitriyana (Bunga Citra Lestari) yang ayahnya tidak setuju kalau ia menjadi atlet panahan dan mendesaknya untuk menyelesaikan skripsi. Kusuma Wardhani (Tara Basro) yang ayahnya pula menginginkannya agar ia menjadi PNS dan bukan sebagai atlet. Lalu yang terakhir Lilies Handayani (Chelsea Islan)  yang ibunya selalu mendesaknya untuk menikah dengan juragan kaya agar hidupnya lebih baik karena menurut ibunya, gaji seorang atlet itu kecil sedangkan Lilies sendiri sudah punya kekasih. 

Kekurangan dalam film ini adalah mengenai hal tersebut. Terlalu banyak masalah keluarga ketiga atlet di atas yang diceritakan dalam film ini. Malahan, konflik-konflik seputar olahraga panahannya justru hanya sedikit disinggung. Film ini juga tidak menampilkan materi-materi seputar panahan seperti bagaimana caranya menarik busur dengan kuat, caranya menghitung point untuk menang dan teknik apa saja yang dibutuhkan. Untuk emosinya sampai kepada para penonton, film ini membutuhkan waktu yang lama agar penonton juga bisa ikut masuk ke dalam film tersebut. 

Terlalu sedikitnya alur yang menceritakan seputar ketiga atlet ini dalam berjuang untuk olahraga panahan, membuat film ini menjadi membosankan untuk ditonton. Tapi, mengingat judul film ini menggunakan nama seorang pemanah legendaris, 3 Srikandi justru kurang menonjolkan tentang olahraga panahan tersebut. Namun yang baiknya, ketiga pemain film 3 Srikandi ini memiliki sebuah chemistry yang cukup bagus. Adegan yang memang menguras emosi penonton berada pada saat Yana berusaha menyemangati adik-adiknya untuk terus berusaha dengan meneriakkan kata “IN-DO-NE-SIA” dan diikuti oleh seluruh penonton Olimpiade di Seoul. Film ini juga mampu membangkitkan rasa Nasionalisme bangsa Indonesia sehingga, rasanya pas dengan harapan sang produser yang ingin membangkitkan Nasionalisme penonton agar berbuat seseatu bagi negara.

Resensi Buku Tausiyah Cinta


Tausiyah Cinta 
Oleh : Aini Khoirunnissa


Judul : Tausiyah Cinta
Pengarang : @tausiyahku
Penerbit : QultumMedia
Tahun Terbit : 2013
Halaman : 168, 14 x 20 cm
ISBN : 979-017-264-8

           Berbicara soal cinta, banyak orang yang belum mengerti arti cinta yang sebenarnya. Makna cinta itu belum hadir dalam diri seorang mukmin yang menganggap dirinya sudah taat kepada Allah. Namun, semua keraguan perkara cinta akan dijelaskan begitu rinci dalam buku ini, termasuk perkara jodoh. Jodoh, sesuatu hal yang membingungkan yang dihadapi oleh seorang mukmin dengan lawan jenisnya. Pasalnya, tidak ada yang tahu kapan jodoh itu akan menghampiri kita. Selagi kita menunggu, hendaknya kita perbaiki diri kita dalam menghadapi kedatangan jodoh tersebut karena sesungguhnya, jodoh merupakan cerminan diri kita. 

         Sebelum mengahadapi kedatangan jodoh itu, dijelaskan dalam buku ini bahwa sebagai seorang mukmin hendaknya untuk menjaga hati. Bersudut pandang secara seluruhnya kepada akhwat, buku ini menerangkan bagaimana cara-cara menjaga hati seorang akhwat kepada ikhwan. Yup, dengan mengerti arti cinta itu sendiri, kepada siapa cinta itu akan kita labuhkan, tujuan cinta sampai ujian dan perangkap dalam cinta itu sendiri. Cinta sesungguhnya memiliki banyak jenis yang sebagai akhwat harus pintar-pintar menempatkan cinta itu kepada yang seharusnya dan jangan salah dalam mengartikan dan menafsirkannya. 

             Pertama, cinta kepada Allah. Cinta yang paling utama dan tiada duanya melainkan cinta kita kepada kedua orang tua kita. Kedua, mencintai apa yang dicintai Allah. Ketiga, cinta karena Allah dan di jalan Allah seperti mencintai sesama muslim dan muslimah, mencintai orang tua dan mencintai pasangan kita saat halal nanti dan tentunya semua itu karena Allah dan berada di jalan Allah. Keempat, cinta yang mendua kepada Allah. Celakalah kita jika melakukan perbuatan syirik atau menyekutukan Allah maka, neraka adalah hukuman yang tepat baginya. Terakhir, rasa cinta yang manusiawi seperti saat kita lapar tentunya kita mencintai makanan. 

“Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikanmu dari mengingat Allah. Barangsiapa berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi.” (QS. Al-Munafiqun : 9) 

           Sebagaimana yang telah disebutkan bahwa tiada cinta yang kekal melainkan cinta kepada Allah, itulah alasan kita mengapa kita harus melabuhkan cinta kita kepada Allah dan menjadikan Allah sebagai tujuan cinta kita yang terakhir. Relakanlah ia yang sekarang sedang bersamamu, sesungguhnya itu merupakan sebuah perangkap cinta yang akan menghantarkanmu pada perbuatan dosa. Menunggu sampai bertemu dengan orang yang tepat lebih baik daripada bergonta ganti pasangan yang jelas-jelas bukan mahram kita.
“Dan janganlah kalian mendekati zina. Sesungguhnya zina adalah perbuatan yang keji dan jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra’ : 32) 

             Sebagai seorang wanita, buku ini sangat-sangat menjelaskan betapa mulianya seorang wanita yang membuatnya mendapat perhatian khusus dari Allah mengenai hal-hal yang ada pada dirinya. Demi mendapatkan jodoh, banyak perempuan yang merelakan dirinya untuk berdekatan langsung dengan lelaki yang bukan mahramnya, begitu pun sebaliknya. Dari sini Allah memberi larangan-larangan kepada mereka untuk membatasinya dalam bergaul dengan lawan jenis.

 Larangan-larangan itu berupa menundukkan pandangan ketika berpapasan langsung dengan lawan jenis. Kedua, tidak berdua-duaan dengan lawan jenis. Bahkan ada pepatah mengatakan jika ada dua orang yang berlawanan jenis berdua-duaan maka yang ketiganya adalah setan yang dapat menghasut untuk ke arah zina. Ketiga, tidak menyentuh lawan jenis. Hal ini banyak dilakukan muda mudi sekarang walaupun tidak dalam suatu hubungan apa-apa.

 Terdapat hadits  dari Rasulullah saw mengatakan, “Sesungguhnya aku tidak berjabat tangan dengan wanita,” (HR. Malik, Nasa’i, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad). Rasulullah saw juga bersabda, “Seandainya kepala seseorang ditusuk dengan jarum besi, (itu) masih lebih baik daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya,” (HR. Thabrani). Kalau memandang saja dilarang, bersentuhan juga pasti dilarang. Sebab, godaan yang datang tentu jauh lebih besar. 

 Godaan setan beribu macam jenisnya dan perempuan merupakan salah satu jenis godaan setan yang dapat menyesatkan karena perempuan memiliki keistimewaan yang dapat meluluhkan hati kaum pria yang dapat disalahgunakan oleh setan. keistimewaan dan kekuatan wanita itu antara lain air mata, senyuman, tutur kata, berhias dan kecerdasan. Lantas, bagaimana jalan keluarnya? Hanya ada satu cara, yaitu keduanya harus sama-sama menjaga diri dan hati mereka. Perbanyak istighfar. Ingatlah Allah kapan pun dan di mana pun.
***
 Teringat sebuah kisah di dalam buku ini mengenai seorang akhwat dan ikhwan yang mengalami kebimbangan mengenai perkara jodoh yang penggalan ceritanya sebagai berikut : 

 Senyum dan kalimatnya seperti bom Hiroshima di telingaku. Aku teringat sebuah kisah drama semasa libur sekolah. Di depan lelaki itu, aku bengong cukup lama, terngiang semua doaku dalam mencari kekasih. Apakah ini lelaki yang akan menjadi suamiku? Dia suka padaku tidak ya? Seketika aku sadar dan berusaha kembali tenang, sambil tetap meyakinkan diri bahwa aku tidak bau. 

 Sesampainya di rumah, aku baru ingat lelaki itu adalah orang yang pernah mengirimiku surat setahun yang lalu. Sebenarnya aku tidak mau berprasangka apalagi ge-er bahwa ia menyukaiku. Tapi, entah bagaimana pikiranku berubah menjadi keyakinan saat itu. Selama tidak kubalas suratnya setahun yang lalu, ia pernah mencariku ke alamatku yang dulu, yang ia tahu dari kartu pelajar. Selanjutnya, tanpa henti ia berusaha mendapatkan nomor teleponku dari salah seorang temanku. Mungkin, dari temanku itu pula ia mendapatkan alamatku yang sekarang. 

 Laki-laki itu bernama Erfan, ia lebih muda setahun dariku. Ia berasal dari keluarga yang kurang beruntung dalam hal materi. Itulah mengapa, di samping sekolah, ia juga bekerja untuk meringankan beban keluarganya. Ia mengambil kursus menjahit. Itu pun tersendat-sendat karena kekurangan biaya. Ketika tidak mampu membeli kain untuk praktik, ia pernah memanfaatkan karung tepung. Sungguh, sebuah perjuangan yang patut dihargai. Erfan juga mempunyai cacat fisik di wajah dan tangannya, namun tidak begitu ketara. 

 Erfan banyak berubah sejak kami tak pernah bertemu. Pertama, ia mengakui mulai senang membaca dan hendak meminjam koleksi bukuku. Kedua, ia sering ke masjid untuk shalat berjamaah, meski ia akui masih sering bolong. Perubahan lainnya, ia udah mempelajari Al-Qur’an. Aku bertanya-tanya, apa hubungannya denganku? Maksudku, apakah ia mengubah diri untuk menarik perhatianku? Aku mencoba mencari jawaban dengan menerka-nerka ia suka padaku. Apa karena aku dari keluarga berada? Apakah karna di matanya aku cantik? Apakah karena sikapku dan kepribadianku baik? 

 Setelah berkunjung ke tempat tinggalku dulu untuk menemuinya, Erfan balas berkunjung ke tempat tinggalku yang sekarang. Akhirnya, ia berani menanyakan sesuatu yang aku yakin jawabannya sangat penting baginya melalui telepon. 

 “Maaf ya kalau aku lancang. Boleh nggak aku minta fotomu?”
 “Selama aku menelponmu, apa kamu merasa terganggu atau senang?” 

 Pertanyaan-pertanyaan itu tentu saja bisa kutebak arah dan maksudnya. Ya, Erfan sedang mencari tanda-tanda apakah aku menyukainya juga. Agar kesalahpahaman itu tak berlanjut, ku jawab pertanyaannya dengan blak-blakan. Setelah kujawab, ia buru-buru menutup telepon dengan alasan ada teman yang mau memakai telepon. Ada rasa bersalah juga dalam diriku. Tapi, kupikir itu lebih baik untuk dirinya dan diriku. 

 Jika ditanya kenapa aku tidak menyukainya, jujur ia bukan tipeku. Aku punya standar khusus bagaimana lelaki idamanku, meski itu tidak mutlak, bisa berubah sesuai kata hati. Maafkan aku Erfan, jika selama ini memberimu harapan dengan bersikap manis dan terbuka saat berbincang. Jangan berkecil hati dengan menganggap semua gadis tidak menyukaimu. Jangan! Sebab, seesorang di suatu tempat sedang menantimu. Setelah kuungkapkan segalanya, ia tak pernah lagi menghubungiku. Aku berharap ia baik-baik saja.
***
 Cerita di atas mengajarkan bahwa apa yang kita anggap baik belum tentu baik pula di mata Allah. Maka, bersabarlah dalam usahamu menemukan jodoh. Dan selagi engkau berusaha, selingilah dengan usahamu juga untuk memperbaiki diri dan memantaskan diri untuk jodohmu kelak. Ada banyak cara yang bisa kita lakukan untuk mempersiapkan diri menjemput sang jodoh. Pertama, terus perbaiki diri. Yakinlah bahwa jodoh merupakan ceriman diri kita. Jika kita merasa diri kita sudah baik, memungkinkan pula jodoh kita akan seperti kita. 

             Seperti yang disampaikan oleh Allah dalam Al-Qur’an, “Wanita-wanita yang keji untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji untuk wanita yang keji (pula). Dan, wanita-wanita yang baik untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik untuk wanita yang  baik (pula),” (QS. An-Nur : 26) 

            Kedua, perkaya diri dengan ilmu. Ketiga, sampaikan jika sudah siap. “Ada tiga perkara yang tidak boleh dilambatkan, yaitu shalat apabila waktunya telah tiba, jenazah apabila sudah datang, dan seseorang perempuan apabila sudah didapat (jodohnya) yang cocok.” (HR. Tirmidzi) 

             Seperti yang dikatakan sebelumnya, buku ini juga lengkap dengan penjelasan apa yang kita lakukan setelah berhasil menemukan jodoh? Pacaran? Menikah? Or ta’aruf? Namun, di penjelasan sebelumnya pun telah dijelaskan bahwa apapun jenisnya, pacaran sangat dilarang dalam Islam. Lalu solusinya? Yaa dengan ta’aruf dan dilanjutkan dengan menikah. Ta’aruf sendiri merupakan langkah awal yang sangat penting untuk menuju ke sebuah pernikahan yang penuh berkah. Meski terkadang, ada beberapa ikhwan yang langsung melakukan khitbah tanpa melalui ta’aruf. 

            Menjadi perkara yang sangat penting dalam melakukan ta’aruf dan terdapat pula persiapan-persiapan yang perlu disiapkan dalam ta’aruf ini. Pertama, Ruhiyah yang karenanya, kita tidak lagi mementingkan ego kita sendiri namun, sudah ada pasangan yang setia bersama kita. Kedua, Fikriyah yang mana kita perlu mempelajari dulu berbagai ilmu untuk bekal kita hidup di dunia yang baru. Ketiga, Jasadiyah karena kita butuh fisik yang sehat agar dapat tercipta rumah tangga yang juga sehat. 

            Keempat, Maaliyah yang dapat menambah semangat dalam berjuang membangun sebuah rumah tangga. Kelima, Ijtima’iyah yang mana kita juga harus bisa mengerti bagaimana bersosialisasi dan mengambil peran di tengah masyarakat. Demikianlah kiat-kiat yang harus kita persiapkan dalam  ta’aruf atau menjemput jodoh karena, bagaimanapun juga kiat-kiat tersebut akan kita pakai juga bahkan meski kita sudah menikah. 

             Menikah adalah ibadah menuju surga-Nya, karena menikah adalah salah satu ladang jihad. Ada tiga golongan yang pasti akan ditolong oleh Allah SWT, yaitu :
  1. Orang yang menikah karena menjaga kehormatannya 
  2. Budak yang mengadakan perjanjian dengan tuannya untuk mendekatkan dirinya dengan tebusan terakhir;
  3. Orang yang berperang di jalan Allah. Jadi, mengapa tidak segera menikah? 
                  Seperti sebuah hadits, “Sebaik-baiknya wanita adalah yang paling ringan mas kawinnya.” (HR. Ath-Thabrani), biaya pernikahan tidaklah perlu bermewah-mewah. Banyak para wanita yang akhirnya tidak kunjung menikah dikarenakan mereka meminta mahar yang begitu tinggi yang tidak mungkin laki-laki sanggup  memenuhinya. Bagi umat muslim, cukuplah pernikahannya dengan mengikuti syari’at Islam, memenuhi wajib dan rukun-rukun dalam sebuah pernikahan. Toh, Allah juga tidak suka orang-orang yang berlebih-lebihan. 
 
   Menikah merupakan gerbang emas untuk meraih jannah-Nya. Akad nikah disaksikan bukan hanya oleh penduduk bumi, tapi juga para penduduk langit. Kalau memang sudah saatnya, jangan langsung kau bunuh perasaanmu. Biarlah bersemi bersama kemantapan hati yang diselingi dalam sujud Istikharahmu. Coba tambahkan lagi sujud agar Allah semakin mencintai kita sampai tidak ada lagi ragu di dalam hati untuk mendatangkan pasangan terbaik kita. 

   Kesannya setelah membaca buku ini adalah semakin mengetahui apa saja yang harus kita lakukan sebagai seorang muslim dan muslimah agar didatangkan jodoh yang terbaik. Membaca buku tidak akan membuat kita menjadi bosan karena, selain mengandung ilmu yang bagus, buku ini juga dilengkapi dengan gambar-gambar kartun yang menggambarkan tentang kalimat-kalimat yang ada di buku tersebut. Mengenai isi dan kiat-kiat yang ada di dalam buku, bacalah dan selamat mencoba.





Daftar Pustaka :
@tausiyahku. 2013. Tausiyah Cinta. QultumMedia : Ciganjur

Hijrahku Nan Indah

Perjalanan musafir kebaikan memiliki jalan terjang yang berliku-liku. Ketika seseorang mampu melewati jalan terjang tersebut, di sana ia...