Autis Bukan Sebuah Candaan

“Ah dasar autis, gitu aja gak bisa". 
“Tingkah laku lu kayak anak autis tau gak hahaha”.
Pernahkah anda mendengar kata-kata di atas? Atau mungkin anda pernah mengucapkannya? Sebagian orang atau bahkan banyak orang pernah mengucapkan kata-kata seperti itu. Mereka melontarkan kata autis untuk menginisialkan seseorang yang sangat buruk. Padahal mereka tidak mengetahui arti dari autis itu sendiri. Tak jarang pula autis disangka sebagai sebuah penyakit yang tidak dapat disembuhkan. Perihal seperti itu mungkin perlu adanya penjelasan mengenai autis yang sangat istimewa.

Seputar Autis

Secara etimologis kata autis berasal dari bahasa Yunani yaitu “auto” yang berarti sendiri yang ditujukan pada seseorang yang menunjukkan gejala “hidup dalam dunianya sendiri”. Istilah “autism” pertama kali diperkenalkan pada tahun 1943 oleh seorang psikiater yaitu Leo Kanner. Ia menulis makalah tentang gejala-gejala “aneh” yang ia temukan pada 11 orang anak yang berperilaku aneh, namun tidak sama dengan anak tunagrahita maupun schizophrenia.

Pada tahun 1867, Henry Mudley seorang psikiater pertama dengan serius mengamati anak-anak usia muda yang mengalami gangguan mental berat dan keterlambatan dalam proses perkembangan yang diduga sebagai psikosis. Namun, psikiater pertama ini belum bisa memastikan gangguan mental berat yang dialami oleh anak-anak usia muda tersebut termasuk ke dalam kelainan seperti apa dan juga belum bisa memastikan keterlambatan dalam proses perkembangan masuk ke dalam kelainan seperti apa.

Seorang psikiater Kanner yang di atas memperkenalkan dengan istilah Early Infantil Autism, sehingga sering disebut juga dengan istilah Kanner Syndrome atau penyakit kanner yang ciri-cirinya antara lain : kesendirian, keterlambatan dalam perkembangan bahasa, kurang atau tidak adanaya kontak mata, hubungan sosial dengan orang lain yang buruk, asyik dan tenggelam dalam rutinitasnya sendiri, dan tidak suka dengan perubahan.

Berdasarkan karakteristik-karakteristik yang telah diungkapkan oleh para psikiater di atas dapat disimpulkan bahwa autis adalah gangguan perkembangan kompleks pada anak yang terjadi sebelum usia 3 tahun, yang ditandai dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang perilaku, komunikasi dan interaksi sosial, sehingga membutuhkan pelayanan dan pendidikan yang khusus bagi mereka.

Seorang autis yang mengalami gangguan tersebut seringkali para autis melakukan hal-hal yang dianggap aneh ataupun lucu oleh lingkungan sekitarnya. Sebagai contoh anak-anak autis sering mengepak-ngepakkan tangannya sendiri dan membuat suara-suara aneh tanpa memedulikan respon dari lingkungan sekitarnya. Tidak sedikit orang yang menganggap perbuatan individual autis itu tidak lazim, dan memberikan respon yang negatif. Hal ini mungkin disebabkan karena kurangnya pengetahuan mereka mengenai autis.

Pengertian di atas menyatakan bahwa ternyata autis bukan merupakan penyakit, tetapi autis merupakan suatu gangguan atau keadaan yang masih dapat dihilangkan tetapi tidak dapat disembuhkan. Jikalau anak autis itu diterapi dan terjadi perubahan yang sangat signifikan sehingga dianggap sembuh, itu sebenarnya tidak sembuh, melainkan hanya menghilangkan tingkah laku-tingkah laku anehnya saja dan mungkin sewaktu-waktu akan muncul kembali jika ia mendapat tekanan dari luar atau dari dalam dirinya.

Fakta Bahwa Autis Bukan Sebuah Candaan

Para autis yang memiliki kelainan yang signifikan bukan merupakan suatu penghalang untuk mereka menggapai cita-citanya. Hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya prestasi-prestasi yang diperoleh oleh anak-anak penyandang autis dan bukti ini dapat dijadikan alasan bahwa autis itu bukan merupakan bahan untuk candaan. Berikut adalah prestasi yang diraih warga SLBN Semarang terkait individual autis :

  • Tahun 2007, Kharisma, siswa autis memecahkan rekor MURI anak autis hafal 250 lagu dan menelurkan album dengan tema Education For All. 
  • Tahun 2010, siswa autis atas nama Retno Wulandari mendapatkan penghargaan rekor MURI menggambar manga terbanyak.
  • Tahun 2010 mendapatkan penghargaan MURI sebagai Groupband autis pertama di Indonesia.

Berikut juga tulisan mengenai “Anak autis anak istimewa”. Dalam tulisan tersebut terungkap prestasi-prestasi yang diraih oleh anak-anak autis. Bagaimana orang-orang sekit mereka, terutama orang tua sangat memperhatikan, menyayangi, dan mendukung anak-anak mereka yang autis. Hingga sampai saatnya sang buah hati membanggakan mereka dengan keistimewaan dan prsestasinya.

paparan-paparan yang di atas tentang prestasi yang diraih anak autis, masih pantaskah mereka dijadikan bahan candaan? Masih pantaskah mereka disebut dengan anak yang buruk sehingga   mereka dibercandakan? Seharusnya tidak. Sangat tidak pantas. Seharusnya, dari keistimewaan anak autis tersebut orang-orang dapat melihat kalau anak autis itu luar biasa dan tidak bisa dianggap rendah apalagi dianggap sebagai guyonan. Autis juga masih merupakan manusia yang harus dihargai.

Contoh Kasus Mengenai Anak Autis yang Dibercandakan

Sekitar 9 tahun yang lalu, ada sebuah geng yang sedang menjejaki pendidikan SMA yang diberi nama D’Autis. Geng yang beriisikan 6 anggota ini yang kesemuanya merupakan teman satu kelas yang mana mereka saat ini sudah menjadi sarjana dan mulai meniti karir. Tidak heran mengingat sewaktu sekolah mereka memang siswa-siswa yang sangat cerdas. D’Autis sebuah geng pada waktu itu yang berisikan orang-orang hebat.

Pastinya anda sudah sering mendengar bahwa setiap perkataan adalah doa, pemberian nama pun merupakan doa. Bersyukurlah mereka 9 tahun yang lalu tidak ada yang dijabah oleh Yang Maha Kuasa. Walaupun terdapat kasus seperti itu, orang-orang yang melihat dan mendengarnya pun tidak melakukan apa-apa. Mereka hanya diam dan mengabaikan penggunakan kata yang salah tempat.

Solusi yang tepat untuk masalah tersebut adalah menyadarkan terlebih dahulu kepada orang-orang sekitar bahwa autis bukan merupakan candaan. Kejadian 9 tahun yang lalu mungkin sudah sangat lama bagi masyarakat yang belum sepenuhnya mengenal autis. Lain halnya saat zaman sekarang. Pada saat ini akses untuk belajar mengenai autis sudah semakin banyak, hanya mencari di internet saja dan akan keluar banyak sekali informasi tentang autis sehingga masyarakat dapat belajar untuk bertoleransi terhadap anak autis.

Solusi tersebut tidak berguna jika hanya dibaca saja, tetapi harus pula dipraktekkan penerapannya seperti apa dalam kehidupan sehari-hari. Jika sudah diterapkan, anda akan tahu betapa istimewanya anak autis sehingga tidak pantas dijadikan bahan candaan. Toleransi terhadap autis merupakan sikap yang tepat untuk mulai memperbaiki diri dari kesalah pahaman kita selama ini. Mulai sekarang, kata autis janganlah kita dengar lagi dari mulut orang-orang. Apabila masih mendengar, usahakan dicegah dengan melakukan penjelasan-penjelasan yang indah mengenai anak autis itu sendiri.

Sumber Referensi :
http://www.andyhardiyanti.com/2015/12/autis-gunakan-kata-pada-tempatnya/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Hijrahku Nan Indah

Perjalanan musafir kebaikan memiliki jalan terjang yang berliku-liku. Ketika seseorang mampu melewati jalan terjang tersebut, di sana ia...